
Alhamdulilah ramadan sudah memasuki hari ke 17, sebentar lagi kita semua akan memasuki detik-detik 10 hari terakhir Bulan Ramadhan. Selain berlomba-lomba dalam beribadah, Ramadan selalu membawa hal baik buat kita semua umat Islam dimanapun berada.
Saat bulan Ramadan, yang biasanya tidak bisa bangun di sepertiga malam, selama satu bulan dengan mudahnya bisa bangun tanpa drama, lalu yang biasanya malas mengaji Al Quran tiba-tiba saat Bulan Ramadan punya target selama Ramadan harus khatam 30 Juz dan masih banyak lagi hal positif lainnya. Tidak hanya berburu takjil saja, tapi semua umat muslim di berburu pahala sebanyak-banyaknya di Bulan Suci nan penuh berkah ini.
Selain hal tersebut Ramadhan juga menyimpan tradisi unik di setiap daerahnya. Setiap daerah selalu punya cerita unik nan menakjupkan yang menjadi tradisi setiap ramadan. Salah satunya adalah tradisi khataman. Tentunya setiap daerah beda tata caranya dan pasti selalu ada keunikannya.
Di sini tradisi khataman itu sebenarnya untuk memperingati malam Nuzulul Quran setiap malam 17 di bulan Ramadan. Nuzulul Quran adalah peristiwa turunnya Al Quran pertama kali ke bumi kepada Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril pada malam 17 Ramadhan pada tahun 610 M.
TRADISI MALAM NUZULUL QURAN
Di sini warga menyebutnya dengan KHATAMAN, secara umum khataman mempunyai arti selesai mengaji Al Quran 30 juz. Tradisi Khataman di malam Nuzulul Qur'an di setiap malam 17 di Bulan Ramadan sudah turun temurun dilakukan. Tidak sama dengan beberapa tahun yang lalu karena memang menyesuaikan dengan zaman yang juga terus mengalami perubahan. Dan inilah perbedaanya saya kasih gambaran sedikit.
Tradisi Khataman Jaman Dahulu
Untuk teraweh selama Bulan Ramadhan biasa dilakukan bersama-sama dengan warga yang masih dalam satu RT yang sama, karena waktu itu belum punya mushola sendiri untuk bisa melakukan teraweh bareng-bareng, jadi shalat terawehnya dilakukan di rumah warga yang mempunyai rumah besar dan luas yang bisa menampung warga RT yang berkenan mau shalat teraweh.
Untuk malam khataman, beberapa tahun yang lalu biasanya dibuatkan makanan seperti soto yang nanti bakalan dibagikan kepada seluruh warga yang mengikuti teraweh. Untuk masalah dana pengadaan soto itu saya kurang tahu dari dana pribadi atau diambilkan kas RT saya tidak tahu pastinya.
Sebatas yang aku ingat konsep khataman dengan makan soto di tempat teraweh ini terjadi dalam beberapa kali ramadan.
Sebelum soto dibagikan kepada warga, setelah shalat teraweh dilakukan doa bersama terlebih dahulu. Seru banget pokoknya waktu kapan lagi makan bareng-bareng dengan satu RT (Rukun Tetangga).
TRADISI KHATAMAN ZAMAN NOW.
Masih dilakukan di waktu yang sama yaitu malam 17 di bulan ramadhan, alhamdulilah dari beberapa tahu terakhir ini warga RT sudah mempunyai mushola sendiri, jadi untuk teraweh dilakukan di Mushola RT.
Konsep khataman juga mengalami perubahan, tapi aku lupa tepatnya kapan. Sekarang konsepnya bukan lagi makan bersama di tempat teraweh, tapi digantikan dengan tiap KK dalam satu RT membawa nasi yang dibungkus (di sini biasa dikenal dengan nama "tempelang" biasanya sudah ditentukan jumlah yang harus dibawa dan tahun ini tiap KK membawa empat tempelang.
Biasanya nanti dikumpulkan jadi satu, lalu setelah teraweh dan kemudian doa bersama tempelang dibagikan kepada warga yang ikut teraweh secara random.
Dulu sebelum penggunaan kertas nasi, tempelang dibungkus menggunakan daun pisang, dan sumpah ini membuat rasa jadi enak, apalagi kalau waktu bungkus nasi masih hangat, citra rasa semakin mantap.
Kemudian ada pergesaran kebiasaan, disebabkan untuk memperoleh daun pisang tidak semudah sebelumnya, kemudian banyak yang menggunakan kertas nasi (kertas nasi yang warna coklat), jauh lebih mudah cara mendapatkannya dan lebih simple juga.
Ada cerita unik waktu masih kecil, saat masa transisi dari daun pisang menuju ke kertas nasi itu adakalanya satu dua orang warga yang membawa nasi dalam kotak (bukan lagi dibungkus daun pisang atau kertas nasi) dan nasi kotak itu jadi rebutan anak-anak, karena waktu itu hal itu termasuk hal mewah dan pasti makanan enak di dalamnya, tapi nasi yang di dalam kotak itu tidak pernah jatuh ke anak-anak, karena para orang tua yang hadir saat terawih bilang "seng sego neng kotak disekno gae wong kakung." yang artinya "nasi yang di dalam kotak dahulukan buat bapak-bapak".
Dan semakin ke sini, dari yang awalnya menggunakan daun pisang untuk membungkus tempelang, kemudian berubah menjadi kertas nasi, lalu sekarang sudah biasa membawa nasi dalam kotak, karena memang lebih mudah dan ringkas, dan tempelang yang dibungkus dengan daun pisang malah jadi primadona karena jarang sekali sekarang yang menggunakan itu sebagai bungkus nasi.
KEBIASAAN LAIN DI BULAN RAMADHAN.
Kebiasaan yang lain selama bulan Ramadhan yang juga sudah dilakukan dari entah kapan dan siapa yang punya ide itu, yaitu adalah setiap malam selama bulan ramadhan warga per KK diberi giliran untuk membawa jajanan (jenis jajannya bebas) biasanya satu malam ada dua keluarga yang mendapat giliran, di sini jajan yang diberikan saat malam setelah teraweh yang dibagikan ke warga yang mengikuti shalat teraweh di sebut dengan nama "Puluran".
![]() |
Puluran atau jajan yang aku dapat di malam 20 |
Jajan yang biasa untuk puluran antara lain : donat, tahu isi, lemper, salad buah, pudding, klepon, dan masih banyak lainnya dan untuk jumlah banyaknya memang tidak ada ketentuannya, biasanya berkisar kurang lebih antara 70 hingga 80 biji per KK yang mendapat bagian membawa puluran.
Jika malam pertama ramadhan hingga malam 20 biasa ada puluran kecuali di malam 17 bawa tempelang, 10 hari terakhir bulan ramadan nanti di malam-malam ganjil seperti malam 21, malam 23, malam 25, malam 27 dan malam 29 ada yang namanya "MALEMAN" ini sebagai memperingat malam Lailatul Qadar, membawa sedekah ke mushola semoga keberkahan menaungi kita semua. Sedekah. Amiin. Sedekahnya diwujudkan dalam bentuk tempelang.
![]() |
Ini tempelang yang aku dapat di malam 21, tidak lebih gambarannya seperti ini |
Biasanya untuk maleman ini sudah dijadwal siapa saja warga yang dapat bagian, jadwal ini biasanya dibuat oleh bapak ketua RT. Untuk jumlah warga biasanya di satu malam ganjil itu kurang lebih 10 kepala keluarga, untuk jumlah tempelang yang dibawa kurang lebih 10 buah tempelang. Dan nanti setelah doa bersama tempelang dibagikan kepada warga yang datang sholat teraweh.
Jika hal di atas dilakukan di malam ganjil maka saat malam genap yaitu malam 22, malam 24, malam 26 dan malam 28 adalah waktunya puluran lagi, jika semua warga sudah mendapatkan bagian membawa puluran, maka di malam genap itu siapa warga yang mau memberikan puluran dipersilahkan.
itulah uniknya tradisi ramadhan di daerahku, pasti semua daerah mempunyai cerita masing-masing tentang ramadha. Dan hal-hal seperti ini biasanya menjadi salah satu hal yang dirindukan saat menjalani ibadah ramadhan di tempat lain.
Selamat menjalankan ibadah ramadhan semoga puasanya lancar sampai bedug magrib, berkah dan barokah. Aamiin.
Sampai jumpa di postingan selanjutnya.